Wednesday, July 21, 2010

Inamura no Hi (Api Dari Tumpukan Padi)

Inamura no Hi
(Api Dari Tumpukan Padi)

Kata “tsunami” berasal dari bahasa Jepang. Kata “tsu” berarti pelabuhan, “nami” berarti ombak. Jadi, arti keseluruhan dari “tsunami” adalah ombak yang ganas dan besar seperti raksasa yang melanda di pelabuhan, namun di tengah laut ombak itu tidak begitu besar dan tidak ganas.
Pada umumnya, tsunami timbul akibat adanya gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Jepang sering dilanda tsunami. Jadi, sejak dahulu kala, penduduk yang menetap di daerah yang rawan akan tsunami telah mewariskan cerita yang memberikan pelajaran tentang bagaimana menyelamatkan diri dari tsunami. Kamishibai yang dikenalkan di sini, “Inamura no Hi” juga berbasis atas cerita nyata yang terjadi di daerah Wakayama pada tahun 1854.
Terjadinya gempa dan tsunami mungkin sudah menjadi suratan takdir dari Tuhan, akan tetapi, kita sebagai manusia harus berusaha mengantisipasinya supaya tidak menimbulkan banyak korban yang berjatuhan akibat bencana-bencana alam tersebut dan hal ini menjadi tanggung jawab dari pemerintah dan penduduk itu sendiri. Sampai sekarang, manusia masih tidak bisa mencegah terjadinya gempa dan tsunami, namun manusia bisa mencegah untuk tidak menimbulkan banyak korban yang berjatuhan. Bencana-bencana alam tersebut telah melanda di seluruh dunia baik di negara berkembang maupun di negara maju dengan frekuensi yang sama. Namun, korban jiwa di negara berkembang jauh lebih banyak daripada di negara maju. Negara berkembang seperti Indonesia, sistem detektor tsunami masih belum lengkap. Di sekolah dasar Jepang, secara periodik diadakan latihan menyelamatkan diri dari bencana-bencana alam. Tetapi di Indonesia belum ada latihan seperti itu. Oleh karena itu di Indonesia, bagi penduduk yang menetap di daerah rawan tsunami harus menjaga dirinya sendiri. Yang penting, jika merasa ada gempa, harus menjauhi dari pantai secepat mungkin, dan naik bukit atau gedung yang kokoh di lantai 2 atau lebih. Kalau Anda berada di dekat tepi sungai, harus segera melarikan diri, karena ada kemungkinan ombak naik melalui sungai.
Manusia mempunyai akal budi maka kita seharusnya menggunakannya agar kita dapat menjaga diri sehingga bisa tehindar dari bencana-bencana alam. Anda harus mencari informasi yang rasional untuk menyelamatkan diri dan keluarga Anda dari bencana-bencana alam tersebut. Jangan percaya isu yang tidak masuk akal dan tidak bertanggung jawab.



“Ya, hari ini sudah cukup bekerja.”
Gohei, seorang kepala desa telah menyelesaikan pekerjaannya seharian, dia pulang di rumahnya yang ada di atas bukit.
“Tahun ini hasil padi sangat banyak, melebihi tahun-tahun sebelumnya.”
Cetusnya sambil minum teh, dan beristirahat.

Saat itu, tiba-tiba kayu penyokong atap berbunyi keriat-keriut, rumah Gohei yang atapnya terbuat dari rumput bergoyang-goyang seperti tertiup angin keras.
“Ini tidak seperti biasanya”
Gohei berlari keluar terpontang-panting dari rumahnya. Gempa ini tidak begitu besar, tetapi Gohei yang sudah tua belum pernah mengalami getaran pelan dan panjang serta gemuruh bumi yang mengeram seperti yang tadi.

Dari halaman rumahnya Gohei memandang desa yang di bawah bukit dengan cemas. Di desa, siapapun tidak ada yang tahu terjadinya gempa karena sibuk untuk persiapan pesta panen.
“Ah…? Apa yang telah terjadi…?”
Saat Gohei memandang ke laut, dia terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa, karena air laut surut ke tengah laut dengan arah angin yang berlawanan sehingga terlihat dasar laut.
“Bahaya…!!! pasti datang tsunami…!!!”
Gohei seketika memperkirakan akan terjadi tsunami. Kalau membiarkannya begitu saja, pasti jiwa 400 orang penduduk desa yang ada di pantai dan rumahnya yang ada di desa itu ditelan oleh tsunami. Tidak boleh terlambat satu detik pun.

“Ah, Ada ide yang bagus!”
Terinspirasi, Gohei lalu masuk ke rumahnya. Dia mangambil sebatang kayu api dan membakarnya untuk menjadi obor. Gohei cepat keluar dari rumahnya dengan membawa obor ini.

Di depan Gohei, banyak padi yang baru dipanen telah ditumpuk.
“Sayang sekali, tetapi untuk menyelamatkan jiwa penduduk desa!”
Dengan memperkuat tekad, Gohei membakar satu tumpukan padi tersebut.

Api cepat menyebar, tertiup oleh angin. Gohei bertubi-tubi membakar tumpukan padi. Sesudah membakar semua tumpukan padi, dia memandang ke laut dengan bengong. Matahari telah terbenam dan hari pun menjadi gelap sama sekali. Dalam kegelapan, api terus membakar tumpukan padi. Seorang penjaga kuil menemukan api ini, lalu membunyikan lonceng untuk memberitahukan bahwa telah terjadi kebakaran.

“Lonceng berbunyi…? Mungkin terjadi kebakaran…?”
Para penduduk desa berhenti mempersiapkan pesta dan melihat sekelilingnya. Seorang yang memandang ke bukit menemukan nyala api.
“Rumah Pak Lurah kebakaran…!”
“Tidak boleh dibiarkan. Kalian semua, mari kita lekas pergi ke rumah Pak Lurah…!”
Para lelaki desa cepat-cepat berlari ke bukit yang kemudian diikuti oleh para orang tua, wanita dan anak-anak.

Saat itu, Gohei yang memandang ke bawah dari bukit menunggu-nunggu datangnya para penduduk desa. Akhirnya puluhan pemuda desa berlari naik bukit.
“Pak Lurah, mari kita padamkan api-nya…! Ayo cepat…!”, seru seorang pemuda desa dengan lantang.
Tetapi Gohei melarang para pemuda yang mau memadamkan api tersebut dan berteriak dengan suara keras.
“Biarkan saja…! Keadaan darurat. Semua penduduk desa harus datang ke sini…!”
Para pemuda merasa bingung mendengar ucapan dari Gohei. Sebentar lagi, penduduk desa datang berduyun-duyun. Gohei menghitung satu demi satu penduduk desa yang berlari naik ke sini. Mereka yang telah berkumpul, menatapi wajah Gohei dan tumpukan padi yang sedang terbakar dengan heran.

Saat itu, Gohei berteriak.
“Lihat…! Sudah datang…!”
Penduduk desa melihat arah yang Gohei tunjukkan. Di tengah laut terlihat satu garis yang tipis. Garis ini menjadi besar dalam sekejap saja, lalu bergerak maju ke arah desa yang berada di bawah bukit dengan luar biasa cepatnya.
“A…..Apa itu ?……….!!!”

“Itu tsunami !”
Para penduduk desa berteriak-teriak. Air laut menghadang ke arah mereka seperti dinding tinggi. Kemudian dinding air menabrak ke daratan seperti gunung jatuh ke darat dengan bunyi yang besar seperti disambar petir.
Orang-orang mundur secara tidak sadar. Tidak terlihat apapun kecuali ombak seperti awan yang menyerbu bukit.

Para penduduk desa tidak bisa melakukan apapun, mereka hanya melihat ombak ganas ini menelan desa mereka sendiri. Ombak putih datang dan pergi 2 atau 3 kali untuk menelan desa. Di atas bukit, semua orang memandang desa terbengong-bengong.

Dengan sinar matahari terbit, penduduk desa baru tersadar dan mengingat api dari tumpukan padi yang sudah habis terbakar. Mereka menyadari bahwa mereka terselamatkan oleh api ini, tanpa berkata apa pun, terus menatapi sosok Gohei.
-TAMAT-

Catatan: Dalam cerita ini air laut surut ke tengah laut sebelum tsunami datang. Tetapi tsunami sering langsung menyerbu pantai tanpa surutnya air laut. Waspadalah. Selain itu, ombak yang paling besar datang setelah beberapa kali ombak datang dan pergi. Walaupun satu ombak sudah pergi, jangan lengah.

No comments:

Post a Comment